Sabtu, 19 November 2022

BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER #9/27


Dengan itu selesai persoalan antaradiriku dengan orangtuaku.
Mengapa kau mencekam lenganku, Ann, Kau kudidik jadi pengusaha dan' pedagang. Tidak patut' melepas perasaan dan mengikutinya. Dunia kita adalah untung dan rugi. Kau tidak setuju terhadap sikap Mama, bukan " Hmm, sedang ayam pun, terutama induknya tentu, membela anak-anaknya, terhadap elang dari langit pun. Mereka patut mendapat hukuman yang setimpal. Kau sendiri juga boleh bersikap begitu terhadap Mama. Tapi nanti, kalau sudah mampu berdiri di atas kaki sendiri. Tuan kemudian mendatangkan sapi baru. Juga dari Australia. Pekerjaan semakin banyak. Pekerja-pekerja harus disewa.
Semua pekerjaan di dalam lingkungan perusahaan mulai diserahkan kepadaku oleh Tuan. Memang mula-mula aku takut memerintah mereka. Tuan membimbing. Katanya : Majikan mereka adalah penghidupan mereka, majikan penghidupan mereka adalah kau! Aku mulai berani memerintah di bawah pengawasannya. Ia tetap keras dan bijaksana sebagai guru. Tidak, tak pernah ia memukul aku. Sekali saja dilakukan, mungkin tulang-belulangku berserakan. Bagaimana pun sulitnya lama kelamaan dapat kulakukan apa yang dikehendakinya.
Tuan sendiri melakukan pekerjaan di luar perusahaan. Ia pergi mencari langganan. Perusahaan kita mulai berjalan baik dan lancar. pada waktu itu Darsam datang sebagai orang gelandangan tanpa pekerjaan. Ia seorang yang mencintai kerja, apa saja yang diberikan padanya. Pada suatu malam seorang maling telah ditangkapnya melalui pertarungan bersenjata. Ia menang. Maling itu tewas. Memang ada terjadi perkara, tetapi ia bebas. Sejak itu ia mendapat kepercayaanku, kuangkat jadi tangankananku. Sementara Tuan semakin jarang tinggal di rumah.
Hampir saja Mama lupa menceritakan, Ann. Tuan juga yang mengajari aku berdandan dan memilih warna yang cocok. Ia suka menunggui waktu aku berhias. Pernah pada saat-saat seperti itu ia bilang:
"Kau harus selalu kelihatan cantik, Nyai. Muka yang kusut dan pakaian berantakan juga pencerminan perusahaan yang ku-sut-berantakan, tak dapat dipercaya." Lihat, kan semua keinginannya telah kupenuhi " Kupuaskan segala kebutuhannya " Aku selalu dalam keadaan rapi. Malah akan tidur pun kadang masih kuperlukan berhias. Cantik menarik sungguh lebih baik daripada kusut, Ann. Ingat-ingat itu. Dan setiap yang buruk tak pernah menarik. Perempuan yang tak dapat .merawat kecantikan sendiri, kalau aku lelaki, akan kukatakan pada teman-temanku: jangan kawini perempuan semacam itu; dia tak bisa apa-apa, merawat kulitnya sendiri pun tidak kuasa.
Tuan bilang: "Kau tidak boleh berkinang, biar gigimu tetap putih gemerlapan. Aku suka melihatnya, seperti mutiara.
Dan aku tidak berkinang. . .
Ann, hampir setiap bulan datang kiriman buku dan majala dari Nederland. Tuan suka membaca. Aku tak mengerti menga-pa kau tidak seperti ayahmu, padahal aku pun suka membaca. Tak sebuah pun dari bacaannya berbahasa Melayu. Apaiag1 Jawa. Bila pekerjaan selesai, di senjahari, kami duduk di depan pondok kami, pondok bambu, Ann belum ada rumah indah kita ini dia suruh aku membaca. Juga koran. Dia dengarkan bacaanku, membetulkan yang salah, menerangkan arti kata yang aku tidak mengerti. Bagitu setiap hari sampai kemudian diajarinya aku menggunakan kamus, sendiri. Aku hanya budak belian. Semua harus kulakukan sebagaimana dia kehendaki. Setiap hari. Kemudian diberinya aku jatah bacaan. Buku, Ann. Aku harus dapat menamatkan dan menceritakan isinya. Ya, Ann, Sanikem yang lama makin lama makin lenyap. Mama tumbuh jadi pribadi baru dengan pengelihatan dan pandangan baru. Rasanya aku bukan budak yang dijual di Tulangan beberapa tahun yang lalu. Rasanya aku tak punya masalalu lagi. Kadang aku bertanya pada diri sendiri: adakah aku sudah jadi wanita Belanda berkulit coklat " Aku tak berani menjawab, sekali pun dapat kulihat betapa terkebelakangnya Pribumi sekelilingku. Mama tak punya pergaulan banyak dengan orang Eropa kecuali dengan Papamu.
Pernah aku tanyakan padanya, apa wanita Eropa diajar sebagaimana aku diajar sekarang ini " Tahu kau jawabannya "
"Kau lebih mampu daripada rata-rata mereka, apalagi yang Peranakan." Ah, betapa berbahagia dengannya, Ann. Betapa dia pandai memuji dan membesarkan hati. Maka aku rela serahkan seluruh jiwa dan ragaku padanya. Kalau umurku pendek, aku ingin mati di tangannya, Ann. Aku benarkan tindakan telah putuskan segala dengan masalalu. Dia tepat seperti diajarkan orang Jawa: guru laki, guru dewa. Barangkali untuk membuktikan kebenaran ucapannya ia berlangganan beberapa majalah wanita dari Nederland untukku.
Kemudian Robert lahir. Empat tahun setelah itu kau, Ann. Perusahaan semakin besar." Tanah bertambah luas. Kami dapat membeli hutan liar desa di perbatasan tanah kita. Semua dibeli atas namaku. Belum ada sawah atau ladang pertanian. Setelah perusahaan menjadi begitu besar, Tuan mulai membayar tenagaku, juga dari tahun-tahun yang sudah. Dengan uang itu aku beli pabrik beras dan peralatan kerja lainnya. Sejak itu perusahaan bukan milik Tuan Mellema saja sebagai tuanku, juga milikku. Kemudian aku mendapat juga pembagian keuntungan selama lima tahun sebesar lima ribu gulden. Tuan mewajibkan aku menyimpannya di bank atas namaku sendiri. Sekarang perusahaan dinamai Boerderij Buitenzorg. Karena semua urusan dalam aku yang menangani, orang yang berhubungan denganku memandang aku Nyai Ontosoroh, Nyai Buitenzorg.
Kau sudah tidur " Belum " Baik.
Setelah lama mengikuti majalah-majalah wanita itu h menjalankan banyak dari petunjuknya, pada suatu kali kuula-pertanyaanku pada Tuan:
"Sudahkah aku seperti wanita Belanda 7" Papamu hanya tertawa mengakak, dan: "Tak mungkin kau seperti wanita Belanda. Juga tidak perlu Kau cukup seperti yang sekarang. Biar begitu kau lebih cerdas dan lebih baik daripada mereka semua. Semua!" Ia tertawa me ngakak lagi.
Barangtentu dia melebih-lebihkan. Tapi aku senang, dan berbahagia. Setidaktidaknya aku takkan lebih rendah daripada mereka. Aku senjtng mendengar pujipujiannya. Ia tak pernah mencela, hanya pujian melulu. Tak pernah mendiamkan pertanyaanku, selalu dijawabnya. Mama semakin berbesar hati, semakin berani. Kemudian, Ann, kemudian kebahagiaan itu terguncang dahsat, menggeletarkan sendi-sendi kehidupanku. Pada suatu hari aku dan Tuan datang ke Pengadilan untuk mengakui Robert dan kau sebagai anak Tuan Mellema. Pada mulanya aku menduga, dengan pengakuan itu anak-anakku akan mendapatkan pe ngakuan hukum sebagai anak syah. Ternyata tidak, Ann Abangmu dan kau tetap dianggap anak tidak syah, hanya diaku sebagai anak Tuan Mellema dan punya hak menggunakan nama nya. Dengan campurtangan Pengadilan hukum justru tidak me ngakui abangmu dan kau sebagai anakku, bukan anak-anakku lagi, walau Mama ini yang melahirkan. Sejak pengakuan itu kalian, menurut hukum, hanya anak dari Tuan Mellema. Menurut hukum, Ann, hukum Belanda di sini, jangan kau keliru. Kau tetap anakku. Pada waktu itu baru aku tahu betapa jahatnya hukum. Kalian mendapatkan seorang ayah, tapi kehilangan ibu-Kelanjutannya, Ann, Tuan  menghendaki kalian berdua dibaptis. Aku tidak ikut mengantarkan kalian ke gereja. Kalian pulang lebih cepat. Pendeta menolak pembaptisan kalian. Papamu menjadi murung.
"Anak-anak ini berhak mempunyai ayah," kata Tuan. "Mengapa mereka tidak berhak. mendapatkan karunia pengampunan dari Kristus'
Aku tak mengerti soal-soal itu, dan diam saja. petelah mengetahui, kalian bisa menjadi syah hanya pada waktu perkawinan kami di depan Kantor Sipil, untuk kemudian bisa dibaptis, mulailah aku setiap hari merajuk Tuan supaya kami kawin di Kantor. Aku merajuk dan merajuk. Papamu yang murung dalam beberapa hari belakangan itu mendadak menjadi marah. Marah pertama kali dalam beberapa tahun itu. Ia tak menjawab. Juga tak pernah menerangkan sebabnya. Maka kalian^tetap anak-anak tidak syah menurut hukum. Tidak pernah dibaptis pula. Aku tak pernah mencoba lagi, Ann. Mama sudah harus senang dengan keadaan ini. Untuk selamanya takkan ada orang akan memanggil aku Mevrouw. Panggilan Nyai akan mengikuti aku terus, seumur hidup. Tak apa asal kalian mempunyai ayah cukup terhormat, dapat dipegang, dapat dipercaya, puya kehormatan. Lagi pula pengakuan itu mempunyai banyak arti di te-ngah-tengah masyarakatmu sendiri. Kepentinganku sendiri tak perlu orang menilai, asal kalian mendapatkan apa seharusnya jadi hak kalian. Kepentinganku " Aku dapat urus sendiri. Ah, kau sudah tidur. "Belum, Ma," bantahku.
Aku masih juga menunggu kata-katanya tentang kau, Mas. Di waktu lain, pada kesempatan lain, mungkin ia tak dapat bicara sebanyak ini. Jadi aku harus bersabar sampai ia bercerita tntang hubungan kita berdua, Mas.
Jadi aku bertanya untuk ancang-ancang:
"Jadi akhirnya Mama mencintai Papa juga."
"Tak tahu aku apa arti cinta. Dia jalankan kewajiban dengan baik, demikian juga aku. Itu sudah cukup bagi kami berdua. Kalau pun dia nanti pulang ke Nederland aku tidak akan menghalangi, bukan saja karena memang tidak ada hak padaku, juga kami masing-masing tidak saling berhutang. Dia boleh pergi setiap waktu. Aku telah merasa kuat dengan segala yang telah kupelajari dan kuperoleh, aku punya dan aku bisa. Mama toh hanya seorang gundik yang dahulu telah dibelinya dari orangtua-ku. Simpananku sudah belasan ribu gulden, Ann."
"Tak pernah Mama menengok keluarga di Tulangan ?"
"Tak ada keluargaku di Tulangan. Ada hanya di Wonokro-mo.Beberapa kali Abang Paiman datang berkunjung dan memang aku terima. Dia datang untuk minta bantuan. Selalu begitu. Terakhir kedatangannya untuk mengabarkan: Sastrotomo mati dalam serangan wabah kolera bersama yang lain-lain. Istrinya meninggal terlebih dahulu entah karena apa.
Mungkin lebih baik kalau kita pernah menengoknya Ma.
"Tidak. Sudah baik begitu. Biar putus semua yang sudah-sudah Luka terhadap kebanggaan dan hargadiri tak juga mau hilang. Bila teringat kembali bagaimana hina aku dijual..... Aku tak mampu mengampuni kerakusan Sastrotomo dan kelemahan istrinya. Sekali dalam hidup orang mesti menentukan sikap. Kalau tidak, dia takkan menjadi apa-apa."
"Kau terlalu keras, Ma, terlalu." "Bakal jadi apa kau ini kalau aku tidak sanggup bersikap keras " Terhadap siapa saja. Dalam hal ini biar cuma aku yang jadi kurban, sudah kurelakan jadi budak belian. Kaulah yang terlalu lemah, Ann, berbelas-kasihan tidak pada tempatnya....." Dan Mama masih juga belum bicara tentang kau. Nampaknya Mama tak pernah mencintai Papa, maka aku malu bicara tentang itu. Mas. Papa tetap orang asing bagi Mama. Sedang kau. Mas, mengapa kau begitu dekat padaku sekarang " Selalu dan selalu kau terbayang dan terbayang, dan aku sendiri selalu ingin di dekatmu " "Kemudian datang pukulan kedua terhadap diriku, Ann Mama meneruskan. "Tak tersembuhkan....."
Pemerintah memutuskan melakukan perbaikan dan peningkatan atas pelabuhan Tanjung Perak. Rombongan ahli bangu-nan-air didatangkan dari Nederland. Pada waktu itu perdagangan susu kita berkembang begitu baiknya. Setiap bulan bertambah-tambah saja permintaan untuk jadi langganan baru. Komplex B.P.M. sepenuhnya berlangganan pada kita. Mendadak, seperti petir, bencana datang menyambar. Petir bencana.
Mama turun dari ranjang untuk minum. Kamar itu gelap. Tak ada orang mendengarkan kami berdua di kamar loteng itu. Malam itu senyap. Sayup datang suara ketak-ketik pendule melalui pintu terbuka, datang dari persada. Dan bunyi itu lenyap ketika Mama masuk lagi dan menutup pintu.
Dalam rombongan ahli itu terdapat seorang insinyur muda. Mula-mula aku baca namanya dalam koran: Insinyur Maunts Mellema. Sedikit dari sejarah-hidupnya diperkenalkan. Dia seorang insinyur yang kerashati. Dalam karierenya yang masih pendek ia telah menunjukkan prestasi besar, katanya.
Mungkin dia keluarga papamu, pikirku. Aku tak suka ada orang lain akan mencampuri kehidupan kami yang sudah tenang, mapan, dan senang. Perusahaan kami tak boleh tersintuh oleh siapa pun. Maka koran itu kusembunyikan sebelum ia sempat membacanya. Kukatakan koran belum juga datang, mungkin pengantarnya sakit. Tuan Mellema tak menanyakan lebih lanjut.
Tiga bulan kemudian, Mama meneruskan, waktu itu kau dan Robert sudah pergi bersekolah, datang seorang tamu, menggunakan kereta Gubermen yang besar dan bagus, ditarik dua ekor kuda. Papamu sedang bekerja di belakang. Mama senc^ri sedang bekerja di kantor. Memang suatu kesialan mengapa Tu^n tidak di kantor dan aku di belakang pada hari itu.
Kereta Gubermen itu berhenti di depan tangga rumah. Aku tinggalkan kantor untuk menyambut. Barangkali saja ada jawatan memerlukan barang-barang dari susu. Masih dapat kulihat seorang Eropa muda turun dari dalamnya. Ia berpakaian serba putih. Jasnya putih, tutup, jas seorang opsir Marine. Ia mengenakan pet Marine, tapi tak ada tanda pangkat pada lengan baju atau bahunya. Badannya tegap dan dadanya bidang. Ia mengetuk pintu beberapa kali tapa ragu. Wajahnya mirip Tuan Mellema. Kancing-kancing perak pada bajunya gemerlapan dengan gambar jangkar. Dengan Melayu buruk ia berkata pendek dan angkuh, yang sudah sejak pertama kurasai sebagai kurangajar dan bertentangan dengan kesopanan Eropa yang kukenal:
"Mana Tuan Mellema," tanyanya tanpa tandatanya. "Tuan siapa ?" tanyaku tersinggung.
"Hanya Tuan Mellema yang kuperlukan," katanya lebih kasar daripada sebelumnya. Kembali aku merasa sebagai seorang nyai yang tak punya hak untuk dihormati di rumah sendiri. Seakan aku bukan pemegang saham perusahaan besar ini. Mungkin dia menganggap aku menumpang hidup pada Tuan Mellema. Tanpa bantuanku Tuan takkan mungkin mendirikan rumah kita ini, Ann. Tamu itu tak punya hak untuk bersikap seangkuh itu.
Aku tak silakan dia duduk dan aku tinggalkan dia berdiri. Seseorang kusuruh memanggil Tuan.
Papamu megajari aku untuk tidak membacai surat dan mendengarkan pembicaraan yang bukan hak. Tapi sekali ini aku memang curiga. Pintu yang menghubungkan kantor dengan ruang-depan k u kirai sedikit. Aku harus tahu siapa dia dan apa yang dikehendakinya.
Orang muda itu masih tetap berdiri waktu Tuan datang.
Dan kiraian kulihat papamu berdiri terpakukan pada lantai "Maurits!" tegur Tuan, "kau sudah segagah ini." Sekaligus aku tahu itulah kiranya Insinyur Maurits Mellema anggota rombongan ahli bangunan-air di Tanjung Perak. ' Dia tak menjawab sapaan, Ann, tapi membetulkannya dengan tak kurang angkuh:
"In-si-nyur Maurits Mellema, Tuan Mellema!" Papamu nampak terkejut mendapat pembetulan itu. Tamu itu sendiri tetap berdiri. Papamu menyilakan duduk, tapi ia tidak menanggapi, juga tidak duduk.
Kau harus dengar cerita ini baik-baik, Ann, tak boleh kau lupakan. Bukan saja karena anak-cucumu kelak harus mengetahui, juga karena kedatangannya merupakan pangkal kesulitan Mama dan kau, dan perusahaan ini. Kata tamu Belanda muda itu: "Aku datang tidak untuk duduk di kursi ini. Ada sesuatu yang lebih penting daripada duduk. Dengarkan, Tuan Mellema! Ibuku, Mevrouw Amelia Mellema-Hammers, setelah Tuan tinggalkan secara pengecut, harus membanting-tulang untuk menghidupi aku, menyekolahkan aku, sampai aku berhasil jadi insinyur. Aku dan Mevrouw Mellema-Hammers sudah bertekad tak mengharapkan kedatangan Tuan, Tuan Mellema. Tuan lebih ka-' mi anggap telah lenyap ditelan bumi. Kami tak mencari berita di mana Tuan berada."
Dari kiraian pintu nampak olehku bagian samping muka papamu. Ia mengangkat kedua belah tangan. Bibirnya bergerak-gerak tapi tak ada suara keluar dari mulutnya. Pipinya menggeletar tak terkendali. Kemudian dua belah tangannya itu jatuh terkulai.
Ann, Insinyur Mellema mengatakan begini: "Tuan telah tinggalkan pada Mevrouw Amelia Mellema-Hammers satu tuduhan telah berbuat serong. Aku, anaknya, ikut merasa terhina. Tuan tak pernah mengajukan soal ini ke depan Pengadilan. Tuan tidak memberi kesempatan pada ibuku untuk membela diri dan kebenarannya. Entah pada siapa lagi tuduhan kotor terhadap ibuku telah Tuan sampaikan atau ceritakan. Kebetulan sekarang ini aku sedang berdinas di Surabaya, Tuan Mellema. Kebetulan pula pada suatu kali terbaca olehku dalam koranlelang sebuah iklan penawaran barang-barang susu dan dari susu bikinan Boerderij Buitenzorg dan nama Tuan terpampang di bawahnya. Telah aku sewa seorang tenaga penyelidik untuk mengetahui siapa Tuan. Betul, H.Mellema adalah Herman Mellema, suami ibuku, Nyonya Amelia Mellema-Hammers bisa kawin lagi dan hidup berbahagia. Tetapi Tuan telah menggantung perkaranya."
"Dari dulu dia bisa datang ke Pengadilan kalau membutuhkan cerai," jawab papamu, lemah sekali, seakan takut pada a -naknya sendiri yang sudah jadi segalak itu. "Mengapa mesti Mevrouw Mellema-Hammers kalau yang menuduh Tuan ?" "Kalau aku yang mengajukan perkara, ibumu akan kehilangan semua haknya atas perusahaan-susuku di sana."
"Jangan mengandai dan menggagak, Tuan Mellema. Nyatanya Tuan tidak pernah menjadikannya perkara. Mellema-Hammers telah jadi kurban pengandaian dan penggagakan Tuan."
"Kalau ibumu sejak dulu tak ada keberatan skandal itu diketahui umum, tentu aku telah lakukan tanpa nasihatmu."
"Dahulu ibuku belum mampu menyewa pengacara. Sekarang anaknya sanggup, bahkan yang semahal-mahalnya. Tuan bisa buka perkara. Tuan juga cukup kaya untuk menyewa, juga cukup berada untuk membayar alimentasi." Nah, Ann, jelaslah sudah, Insinyur Mellema tak lain dari anak tunggal papamu, anak syah satu-satunya dengan istrinya yang syah. Dia datang sebagai penyerbu untuk mengobrak-abrik kehidupan kita. Aku gemetar mendengar semua itu. Sedangkan jurutulis Sastrotomo dan istrinya tak boleh menjamah kehidupan kita, Paiman pun tidak. Juga tidak boleh perubahan sikap Tuan Mellema sekiranya sikapnya berubah. Tidak boleh siapa pun di antara anak-anakku. Keluarga dan perusahaan harus tetap begini. Sekarang datang saudara-tirimu yang bukan saja hendak menjamah. Ia datang menyerbu untuk mengobrak-abrik.
Sampai waktu itu aku masih tidak ikut bicara. Tak tahan mendengar ucapannya aku keluar untuk meredakan suasana. Tentu aku harus bantu Tuan.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar